Rabu, 08 Desember 2010

cerpen

Sayat-sayat Cinta Mimpi Diana
Berkali-kali ia meyakinkan dirinya untuk membunuh saja laki-laki itu. Laki-laki yang telah mengisi hari-hari dalam kehidupannya selama bertahun-tahun. Namun, berkali-kali ia berniat membunuh berkali-kali pula hatinya menolak.
Pelan-pelan ia merencanakan pembunuhan berikutnya tanpa bersuara sedikitpun dalam hatinya. Agar hatinya tak mengetahui apa yang direncanakan dalam otaknya.
# # #
Seorang ibu, telah berulang kali berteriak menjerit, mencoba menghentikan lemparan gelas dan piring dari tangan seorang laki-laki ke arah seorang gadis yang berdiri tegak tanpa menghindar sedikitpun.
“ Berhenti kamu!!!!!!!!!!” teriakan terakhir panjang sang ibu mengentikan lemparan laki-laki itu. Kemudian dengan dada yang masih dipenuhi gemuruh kesal luar biasa, dengan langkah kaki penuh hentakan ia berjalan ke atas menuju kamarnya. Ia tendang semua benda yang menghalanginya.
Sang ibu memeluk anak gadisnya yang masih mematung. Pecahan kaca dari gelas dan piring beserakan tak berpola di atas lantai dapur. Beruntung anak gadisnya itu hanya terkena pecahan-pecahan yang tak terlalu berarti. Luka yang dihasilkan tidak terlalu mengkhawatirkan. Namun, sang ibu dapat merasakan bahwa luka dalam dada anaknya itu amat luas menganga, dan perih.
Ia berbisik, menyuruh anak gadisnya itu pergi ke kamarnya.
‘’Istirahatlah, biar ibu yang bereskan”.
Tetapi sang gadis malah berjongkok dan mulai membersihkan pecahan-pecahan kaca yang berserakan. Sang ibu sungguh ingin menagis, tetapi ia mencoba untuk menahan air matanya agar tak jatuh di depan anaknya yang tengah terluka batin, sama seperti dirinya. Kemudian ia pun bersama-sama membersihkan pecahan kaca tersebut.
# # #
Aku menggaruk kepalaku yang tak gatal. Aaaakhhhhhh, kenapa tetangga sebelah sudah membuat suara berisik. Apa begini suasana dirumah setiap hari?
Maklum, aku baru semalam tiba dirumah, setelah sekian lama tinggal diluar kota bersama nenek. Aku tak tahu kebiasaan atau keadaan daerah ini yang sebenarnya adalah tanah kelahiranku sendiri, Jakarta. Setelah bertahun-tahun pergi banyak perubahan yang terjadi terutama tata letak bangunan dan juga pastinya jumlah bangunnya, jadi lebih banyak. Mungkin pemukiman ini sudah jadi pemukiman padat dibanding tahun-tahun dimana aku dulu tinggal.
Aku akhirnya keluar kamar dan menuruni tangga. Kulihat ibu sedang sibuk menyiapkan sarapan pagi. Ia menoleh ketika suaraku menuruni tangga mengganggu konsentrasinya di meja makan.
“kenapa?” tanya ibuku.
Aku tak menjawab, aku terus saja turun dengan malas ke arah meja makan, mendekati ibuku.
Kugaruk lagi kepala yang tak gatal berkali-kali, hingga rasanya kulit kepalaku malah menjadi perih.
Melihatku seperti itu, ibu seperti tahu apa yang kurasakan.
“kenapa sih tetangga sebelah itu?” akhirnya aku bertanya juga pada ibu.
Ibu tersenyum…
“kok?” aku mengeryitkan dahi.
Cerita kemudian meluncur dri mulut ibu. Semuanya, memang tidak panjang lebar, tapi itu cukup untuk menjelaskan duduk perkara tetangga sebelahku itu.
“ sudahlah segitu saja, nanti jadi bicara kejelekan orang” kata ibu.
“ yang jelas tidurku terganggu!” gerutuku kesal
Lagi-lagi ibu hanya tersenyum. Memang orang yang murah senyum, ibuku ini….
# # #
Pagi yang amat busuk bagi Diana, juga seperti pagi, siang, dan malam-malam sebelumnya. Selalu busuk! Pagi dimana seharusnya ia bisa menghirup udara segar, merasakan hangatnya sinar matahari pagi, dan mendengar kicauan burung gereja yang cerewet.
Setelah apa yang terjadi tadi, sekarang laki-laki itu berulah lagi. Ia menutup telinganya dengan guling di kamar. Ia enggan mendengar suara pertengkaran antara ibu dan kakak laki-lakinya itu. Ia berusaha menciptakan berbagai macam suara dari mulutnya untuk menghalau suara-suara dari ruang tengah itu. Namun, sepertinya itu sia-sia. Jerit-jerit dalam hatinya lebih bersuara keras, seolah menggerakkan kakinya untuk keluar dan melindungi ibunya dari sentuhan tangan kotor kakaknya. Ia keluar, menarik ibunya dari hadapan manusia yang semakin lama semakin ‘brengsek’ itu.
“ Aku sedang bicara dengan ibumu, bodoooh!!”
Diana merasa tangannya dicekal, Ia berbalik.
“Tidak ada seorangpun yang berbicara dengan ibu dengan cara seperti itu!!!!”
Diana kemudian melemparkan uang kearah manusia di depannya.
‘’ Itu kan, yang kau mau! Ambil!!!”
Diana membawa ibunya keluar, pergi dari hadapan monster berwajah manusia itu. Ia sungguh muak, tak adakah suasana lain dalam hidupnya selain seprti ini?
Apa yang sebenarnya ada di otak manusia brengsek satu itu. Setiap hari, hal sekecil apapun bisa jadi perkara yang membuatnya marah sepanjang hari. Apa yang dia pikirkan? Diana sungguh tak mengerti sama sekali. Mungkin isi kepalanya kosong, sehingga dia suka melakukan hal-hal yang tak terkendali. Tak punya otak!
Tok..tok.. Diana mengetuk pintu rumah tetangganya.
# # #
Seorang ibu paruh baya terus saja sesunggukan di ruang tengah rumahku. Kali ini ia tak sanggup lagi menahan air mata di depan anak gadisnya yang duduk tepat disampingnya. Ia duduk dengan wajah merah padam menahan kekesalan dan sakit hati serta semua gejolak emosi dalam dirinya. Ibuku terus berusaha menenangkan keduanya. Menghibur sebisa mungkin denhan ucapan-ucapan yang sekiranya dapat meringankan hati dan pikiran mereka.
Aku meletakkan minuman yang kubuat ke atas meja ruang tengah tempat semua berkumpul. Mungkin the hangat buatanku dapat menenangkan hati serta membuat mereka lebih rileks. Sembari meminum ibu paruh baya itu terus melanjutkabn keluh kesahnya pada ibuku. Betapa ia sangat terluka , anak yang amat disayangnya sejak kecil yang ia rawat sepenuh hati ketika itu tega membentaknya hingga sakitnya terasa sampai ke ulu hati. Ia mengusap-usap dadanya perlahan.
“ Ya Allah…..” begitu ujarnya dengan suara berat.
Sungguh, aku yang semula kesal karena keributan yang mereka buat kini malah ikut terenyuh. Sungguh aku tak tega.
Sregg…. Tiba-tiba anak gadis disamping disampingnya berdiri. Ia bangun dari kursi dan bergegas keluar, aku yang entah seperti mengetahui maksudnya segera menyusul dan mencoba mencegahnya. Ia masih emosi, tindakannya pasti masih belum rasional.
“ jangan..” ujarku mencekal tangannya.
Dengan secepat kilat ia menampik tanganku. Ia tak meminta dengan kata-kata, tapi dari tatapan matanya ia seolah ingin memberitahuku bahwa ia sungguh tak inign aku mencampuri urusannya. Aku mengerti itu, tapi dengan kondisi yang seperti ini semua masalah takan selesai ataupun malah akan semakin parah.
Lama kami berbicara melalui bahasa kalbu. Kami bertatapan. Kami memang belum sama sekali mengenal satu sama lain, tapi dengan kejadian seperti ini kami seolah diberitahu bahwa tolong menolong kepada sesama tak perlulah menunggu untuk saling mengenal terlebih dahulu, apalagi secara dalam.
Mata gadis itu mulai berbicara, berbicara dengan riak-riak kecil disekitar bulu matanya..
Mata berair itu ingin berbicara bahwa sungguh ia ingin keluar dari semua kepedihan yang selama ini membungkusnya. Berhenti dari semua yang menyita ketenangan b atinnya. Hatinya amat lelah….
Aku menangkap sorot mata yang lelah menjalani hidupnya itu, sungguh aku paham meskipun baru saat ini aku melihatnya, wajahnya yang manis itu tertutupi dengan beban berat dalam hatinya. Aku berusaha membimbingnya masuk dan mencoba menenangkannya. Ku bawa ia ke kebun belakang mungkin aneka macam tanaman dan bunga yang ibu tanam dapat membuat pikirannya lebih jernih.
# # #
Diana menatap kosong ke depan. Ia bermaksud nekad mendatangi kakaknya tadi meskipun sebenarnya ia tak tau apa yang akan diperbuatnya jika sudah berhadapan dengan kakaknya itu. Tiba-tiba saja tubuhnya ingin bergerak, seperti ingin meminta pertangungjawaban perbuatan kakaknya yang sudah hampir dua tahun in membuat ia dan keluarganya menderita. Perilaku kesetanan yang mengubah semua kehidupannya. Ia yang dulu selalu bermimpi memiliki sosok ideal seorang kakak yang selalu menyayanginya, ada saat ia membutuhkan pertolongan, kakak yang selalu memberikan kata-kata bijak saat ia salah melangkah kini musnah sudah. Yang terjadi adalah sebaliknya, kakak yang sebenarnya amat ia sayangi itu salah langkah dan membuat semuanya berbalik seratus delapan puluh derajat.
Tak ada kakak ideal, tak ada kata-kata bijak yang akan menyejukkan hatinya, tak ada usapan lembut dikepala saat ia menangis, tak ada senyum dan tawa saat bercanda. Semua hilang. Kini ia amat membenci makhluk bernama kakak itu lebih dari apapun. Ia tau, perasaan benci berlebihan itu salah. Namun, sungguh mau dipikirkan berapa kalipun yang ada hanya kata benci yang keluar dari otaknya, tak pernah ada terjemahan lain selain benci. Setelah ia sering menerima tendangan dari kaki kakaknya, lemparan gelas, piring, dan semua caci maki yang ditudingkan kepadanya. Ia sangat puas dan muak dengan itu semua. Ia tak sanggup memberi maaf lagi.
Pernah suatu kali ia mencoba untuk berniat membunuh. Sungguh pikiran setan yang amat laknat. Namun, sebelum ia melaksanakan niatnya itu hatinya mengetahui, hatinya menolak dan melawan sehingga timbul pertengkaran dalam dirinya. Sungguh membunuh itu perbuatan dosa yang amat besar, bagaimana mungkin tega membunuh kakak sendiri. ‘kau akan merasa kehilangan setelah orang itu pergi’. Kata-kata itu kerap menghantuinya.
Sejak saat itu, ia sudah tak sanggup memikirkan apa-apa lagi. Ia takut berharap. Entah jalan seperti apa yang akan membawa kakaknya yang telah salah bergaul itu kembali pada jalan yang seharusnya.
“ Hhh…” Diana menghela napas panjang. Laki-laki disampingnya belum juga beranjak. Ia masih saja menemaninya duduk menenangkan diri di kebun yang cantik ini. Ia sebetulnya tak mengenal laki-laki ini. Sepengetahuannya ia tak pernah menjumpai ada anak laki-laki di rumah ini. Tetapi laki-laki itu sungguh baik, padanya dan ibunya. Menemani dan menenangkan hatinya dikala ia terbakar amarah.
Terima kasih, ujanya dalam hati.

Bersambung dulu..,

Minggu, 05 Desember 2010

Kisah yang berkesan, Ortrosh no inu.

Saya pernah nonton sebuah dorama Jepang berjudul Ortrosh no inu.
dorama ini berkisah dua orang laki-laki yang terkena kutukan desanya ketika mereka lahir. pertama terlahir dengan tangan dewa yang dapat menyembuhkan segala penyakit yang disentuhnya, yang kedua memiliki tangan setan yang akan membunuh orang yang disentuhnya, namun pria dengan tangan dewa itu adalah kriminal kelas berat, sedangkan pria tangan setan adalah seorang guru yang sangat baik hati. suatu kejadian membuat mereka berdua bertemu, dari sinilah konflik2 yang dalam mulai terlihat.Cukup menegangkan saat menontonnya. Banyak spekulasi awal di kepala saya tentang bagaimana akhitr dari cerita ini. Ditengah cerita disebutkan bahwa nasib mereka akan seperti anjing Ortrosh dalam legenda Yunani. Namun, disini cerita tak mudah ditebak. Hanya saja dibagian akhir ada satu adegan yang menyentuh saya. Di dorama ini diselipkan juga kisah politik dimana terjadi perebutan kekuasaan perdana menteri. Kedua pria yang memiliki kekuatan tangan tersebut diperebutkan untuk menunjang karir politik para calon perdana menteri. Namun seorang perdana menteri wanita tersadar dari kekeliruannya saat menyaksikan anak2 kecil dengan mudahnya mengalah untuk orang lain. Pria dengan tangan dewanya  semula ingin menyembuhkan anak dari seorang polisi wanita yang menangani kasusnya, namun anak perempuan itu tak bersedia, ia lebih memilih pria dengan tangan dewa itu menyembuhkan temannya. Demikian seterusnya anak2 kecil itu semakin mementingkan kesehatan teman2nya dibandungkan dirinya. Sang perdana menteri tersadar, saat kita kecil dengan mudahknya kita berbagi kebahagiaan namun saat dewasa kita saling memperebutkan kekuasaan.
Saya senang sekali menyaksikan dorama ini...^^