Rabu, 06 Juni 2012

Kritik sederhana Robohnya Surau Kami

Robohnya Surau Kami A.A Navis merupakan seorang Penulis dan juga Sastrawan Indonesia yang dilahirkan pada tanggal 17 November 1924 di Padangpanjang, Sumatera Barat. Sebagai sastrawan yang dilahirkan dan tumbuh di lingkungan tradisi Minangkabau yang identik dengan latar belakang agama Islam yang kuat, maka karya-karyanya termasuk Robohnya Surau Kami kental dengan unsur-unsur yang berbau dengan agama Islam. Di dalam lingungan masyarakat Minang, Surau merupakan tempat yang banyak digunakan untuk kegiatan belajar mengajar agama. Oleh karena itu peran Surau amatlah penting dalam masyarakat Minang. Dari sanalah dibangun karakter-karakter keislaman yang nantinya akan diberikan kepada anak-anak dan generasi penerus masyarakatnya. Dengan demikian, dapat terlihat bahwa dalam cerpen Robohnya Surau Kami ini A.A Navis seperti ingin menceritakan suatu hal yang sangat penting yang ingin disampaikannya. Robohnya Surau Kami menceritakan tentang sosok seorang kakek tua yang berprofesi sebagai garin, yakni penjaga Surau. Kakek yang setiap harinya menjaga surau ini banyak menghabiskan waktunya dengan beribadah di dalam surau. Suatu hari ia resah ketika ada seorang bernama Ajo Sidi yang terkenal sebagai seorang pembual, yang bualannya ia buat berdasarkan watak-watak orang disekitar kampungnya. Ajo Sidi pun membual tentang kakek hingga kakek marah dan kesal, meskipun tidak secara langsung menyebut nama kakek di dalam cerita bualannya. Ajo Sidi menceritakan Haji Saleh yang pada hari perhitungan di hadapan Tuhan amat yakin dengan pahalanya yang pastinya akan membawanya ke dalam surga, namun ternyata Tuhan melemparnya ke Neraka. Hal ini dikarenakan Haji Saleh hanya fokus beribadah untuk dirinya sendiri dan tak menghiraukan keadaan orang lain disekitarnya. Kakek merasa Ajo Sidi menyindirnya dengan sosok Haji Saleh tersebut, dan hal itu akhirnya membuat ia bunuh diri. Cerpen ini kental dengan amanat yang dalam. Pengarang seperti ingin mengingatkan masyarakat yang banyak salah menilai makna beribadah yang baik dan benar dalam agama. Beribadah bukanlah hanya sekedar sholat, mengaji, sujud kepada Tuhan, dan semacamnya. Agama juga menyuruh kita untuk berhubungan baik dengan sesama manusia dan juga alam, selain kepada Tuhan yang utama. Oleh karena itu, apa yang terlihat dalam kisah pada cerpen menggambarkan kekeliruan manusia terhadap pemahaman ibadah. Bahkan sampai saat inipun jauh setelah cerpen ini diterbitkan, masalah seperti ini masih terjadi. Agamapun mengajarkan kita untuk saling menjaga hubungan antar sesama manusia (hablumminannas), dan juga untuk saling mengingatkan dalam kebaikan (amar ma’ruf nahi munkar). Oleh karena itu tidak benar jika kita terus beribadah memperbanyak pahala agar masuk surga tetapi mengabaikan orang-orang disekitar kita hingga mereka tak terurus dan terlunta-lunta. Agama tidak menghendaki keegoisan semacam itu. Kesalehan tidak hanya berarti bahwa kita dapat banyak pahala dan masuk surga sendirian tanpa memikirkan hak-hak orang lain. Pengarang, yakni A.A Navis ingin mengkritik hal tersebut daslam cerpennya. Ia menggambarkannya secara halus dan tidak menyinggung atau menggurui siapapun, sehingga orang yang membacanya akan dapat tersadar hatinya akan kekeliruannya tentang pemahaman ibadah semacam itu. Ia menceritakan hal tersebut dengan jenaka dengan membuat sosok tokoh pembual seperti Ajo Sidi. Jika dilihat sebenarnya Ajo Sidi bukanlah seorang yang benar-benar suka membual, karena ia seperti membuat cerita bualan yang bersifat satire terhadap masyarakat di kampungnya. Tentu saja melalui tokoh inilah pengarang memasukkan gagasannya. Sosok Kakek yang kemudian diceritakan bunuh diri di akhir cerpen seperti menggambarkan bahwa sang kakek sesungguhnya tersindir dengan bualan Ajo Sidi dengan cerita Haji Salehnya tersebut, meskipun sang kakek pada awalnya terlihat marah dan kesal pada Ajo Sidi. Tanpa disadari sebenarnya kakek takut dan kemudian entah atas dasar pemikiran apa memutuskan untuk bunuh diri dengan menggunakan pisau cukur yang diasahnya

Tidak ada komentar:

Posting Komentar